Revisi Perpres PBJ Pertajam Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri

Jakarta – Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) menggodok revisi Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Revisi saat ini sudah masuk ke tahapan konsultasi publik yang diantaranya menghadirkan pihak Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD), asosiasi profesi dan pelaku usaha serta stakeholder terkait. 

Direktur Pengembangan Strategi dan Kebijakan Pengadaan Umum LKPP Emin Adhy Muhaemin mengatakan bahwa sesuai amanat Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN) dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Koperasi (UMK-Koperasi) dalam rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, LKPP menindaklanjuti hal tersebut dengan merumuskan revisi Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021.

“Meskipun dalam perpres sudah terdapat pasal-pasal terkait hal tersebut, tetapi kita merasa pasal-pasal tersebut masih perlu diperkuat, dipertajam dan diperluas penggunanaannya agar maksud dan tujuan dalam Inpres No. 2/2022 bisa tercapai.“ Kata Emin saat membuka kegiatan Konsultasi Publik, Jumat (15/07) secara daring di Jakarta. 

Emin melanjutkan faktor lain yang mendorong penyusunan revisi perpres adalah amanat Presiden Jokowi agar pemerintah dapat membelanjakan minimal Rp400 triliun dari anggaran pengadaan barang/jasa pemerintah untuk PDN dan produk pelaku UKM-Koperasi. 

“Sehingga titik fokus saat ini adalah dengan mengembangkan, mengelola dan mendorong pemanfaatan Katalog Elektronik dan Toko Daring. Dengan adanya perubahan regulasi, maka diharapkan program-program tersebut dapat terwujud. “ lanjut Emin.

Dalam draf perubahan saat ini, ada sejumlah pasal yang mengalami penambahan untuk memperkuat peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Pasal 19 Ayat 2 terdapat penambahan huruf (f) yaitu dimungkinkan penyebutan merk untuk barang/jasa yang merupakan produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ditambah Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) paling sedikit 40%. 

 

 

Kemudian dalam pasal 66 Ayat 2, ditambahkan kalimat sehingga menjadi Kewajiban penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan produk dalam negeri yang memiliki nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) paling sedikit 25% apabila terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai TKDN ditambah nilai BMP paling sedikit 40%.

Selanjutnya untuk penguatan UMK-Koperasi, Pasal 20 ditambahkan ayat (3) Dalam melakukan pemaketan pengadaan barang/jasa, PPK K/L dan PA/KPA Pemda wajib mengalokasikan paling sedikit 40% nilai anggaran belanja barang/jasa untuk produk usaha mikro, usaha kecil, dan koperasi hasil produksi dalam negeri.

Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi dan praktik pengadaan di luar negeri juga menjadi pertimbangan penting dalam menyusun revisi perpres. Maka, LKPP terus belajar untuk beradaptasi dan mengambil sisi positif dari praktik-praktik terbaik di dunia, termasuk dari korporasi ataupun BUMN. Harapannya, revisi perpres juga dapat melahirkan inovasi terbaik sehingga proses pengadaan bisa menjadi lebih cepat, berkualitas dan sejalan dengan prinsip-prinsip kemajuan teknologi. 

Kegiatan serap aspirasi dimulai sejak awal Juni 2022 sebanyak tiga kali. Dari kegiatan tersebut LKPP mencatat ada sekitar 280 masukan untuk perubahan perpres dan 15 diantaranya diakomodir untuk dimasukkan dalam revisi perpres. 

Banyak dari masukan tidak diakomodir karena menyangkut hal yang terlalu teknis yang lebih pantas untuk diakomodir dalam revisi Peraturan Lembaga LKPP. Selain itu, sejumlah masukan juga sudah disampaikan oleh pihak lain sebelumnya. 

“Tentunya seluruh masukan kami tampung, dan masukan yang teknis akan kami tampung untuk selanjutnya dibahas dalam revisi peraturan lembaga.“ pungkas Emin. (nit)

 

sumber : http://www.lkpp.go.id/#/read/6558